Komering Salah satu penduduk asli Belitang, disadur dari sebuah blogs pribadi.

Kehidupan masyarakat komering berpusat disekitar Danau Ranau, Kabupaten Ogan Komering Ulu. Daerah ini dikenal dengan nama Sakala Berak terletak di daratan tinggi kaki Gunung Pasagi dan Gunung Seminung tempat Danau Ranau berada. Secara harfiah, kata Sakala atau Sagala berarti Komering sedangkan kata Berak berarti luas. Sehingga daerah sekitar itu disebut masyarakat setempat dengan nama Komering yang luas. Nenek moyang orang komering diperkirakan berasal dari Tiongkok Selatan, pada ribuan tahun yang lalu turun ke laut melalui sungai-sungai besar di Cina yang bermuara ke selatan. Akhirnya mereka tersebar di beberapa wilayah Sumatera Selatan, Lampung dan Sumatera Utara sekarang ini. Sehingga tak mengherankan bila sering terlihat suatu persamaan di dalam gerak dan tingkah laku antara orang Komering, Lampung dan Batak. Bahkan ada faham yang dibenarkan dalam kehidupan masyarakat itu bahwa mereka berasal dari tempat dan keturunan yang sama, hanya saja lambat laun sikap dan pertumbuhan makin memisah mencari jalan sendiri-sendiri. Seperti kehidupan dan adat istiadat daerah lain, masyarakat Komering dan Lampung juga menjadikan suatu tempat yang dianggap keramat (dihormati) itu adalah sekitar Kota Liwa (ibukota Kabupaten Lampung Barat sekarang ini). Dari daerah asal itu lambat laun nenek moyang menuruni gunung dan lembah menyusuri beberapa sungai yang bermuara di laut Jawa. Orang Komering turun hingga ke Muara Masuji dan Sugihan. Sedangkan orang Lampung menyusuri Sungai Tulang Bawang, Seputih dan Sekampung yang akhirnya membentuk golongan masing-masing sampai ke Gunung Raja Basa. Ribuan tahun kemudian barulah daerah-daerah yang mereka huni dan terisolir muulai terbuka, sehingga timbul hubungan dan komunikasi dengan dunia luar. Terbukanya daerah ini karena adanya aktifitas dari kerajaan-kerajaan yang ada. Kerajaan ini sendiri timbul karena terjadinya hubungan komunikasi antara masyarakat yang datang dan menetap. Pada masa itu agama dan faham yang dianut oleh masyarakat adalah kepercayaan pada yang gaib-gaib dan yang maha kuasa (Animisme dan Dinamisme). Termasuklah di dalamnya menyembah kepada matahari, bulan, bintang-bintang dan gunung-gunung bahkan menyembah makhluk-makhluk yang dipercayai ada di sekitar manusia. Beberapa masa kemudian masuklah pengaruh dan ajaran agama Hindu dan Budha yang lebih mempercepat tumbuhnya kerajaan-kerajaan besar dan kecil. Hingga akhirnya masuklah pengaruh dan ajaran-ajaran dari Jawa dan Agama Islam. Didalam kehidupan budaya adat Komering dan Lampung sendiri dikenal suatu adat yang dikenal dengan Adat Penyimbang. Menurut pengertian aslinya berasal dari kata Simbang yang artinya giliran atau gantian, sehingga di sebutlah dengan arti giliran memimpin. Jadi dalam adat penyimbang seseorang dapat memimpinsesuai dengan adat yang berlaku, namun kedudukannya sebagai pemimpin kelak akan diganti dengan yang lain sesuai dengan musyawarah dan mufakat. Hingga kini gelar penyimbang itu terus dipakai oleh orang Komering. Umpamanya ada nama penyimbang Ratu, penyimbang Tulin, penyimbang Marga serta gelar-gelar lainnya. Hal ini diberikan sesuai dengan rapat adat yang diadakan bila seseorang memasuki jenjang pernikahan. Gelar itu hampir mutlak diperlukan bagi setiap laki-laki Komering yang memasuki jenjang pernikahan. Kalau gelar itu tidak dimilikinya maka keturunannya agak gelap, artinya ia tidak mempunyai kedudukan dalam lapangan adat. Adat istiadat yang ada kemudian secara berangsurangsur masyarakat Komering penduduknya memasuki lapangan usaha dan kegiatan masing-masing. Diantaranya ada golongan yang pada umumnya lebih cakap dalam bidang pemerintahan untuk mengurusi kepentingan umum. Ada pula yang ahli dalam bidang kebatinan dan keperkasaan dengan tenaga-tenaga gaib. Bahkan ada yang hanya mengurusi soal agama semata-mata serta ada yang ahli dalam soal berniaga. Sehingga dalam kehidupan bermasyarakat timbul apa yang dinamakan suku. Suku-suku yang terbentuk dalam golongan itu adalah: pertama, golongan pemerintaha yang menyebut lingkungannya dengan nama Suku Serba Nyaman. Kedua, golongan kebatinan disebut Suku Anak Putu. Ketiga, golongan Pasirah atau Kepala Marga disebut Kampung Pangiran. Keempat, golongan pengusaha dan pedagang disebut Suku Busali. Kelima, golongan Agama disebut Suku Kaum. Keenam, Suku Kampung Darak, dan yang ketujuh, Suku Karang Diwana.


Ketujuh suku atau golongan di atas membentuk masyarakat bersama yang teratur, mereka membentuk tiuh atau dusun tempat tinggal. Akhirnya mereka membuat pucuk pimpinan yang lebih besar gabungan dari dusun-dusun itu yang disebut Marga sekarang disebut dengan Kecamatan. Dulu nama Kecamatan adalah Semendawai kemudian sekarang diganti dengan Kecamatan Cempaka. DESA CAMPANG TIGA A. Sejarah Desa Campang Tiga Campang Tiga adalah sebuah dusun yang terletak sekitar 130 kilometer dari Kota Palembang, tepat di pinggiran tebing Sungai Komering yang masuk dalam wilayah Kabupaten Ogan Komering Ulu. Pada zaman dulu untuk mencapai desa Campang Tiga ini orang harus mendayung perahu dari Palembang selama sekitar 6 hari. Sedangkan kalau ke Palembang dengan mengikuti arus Sungai hanya memakan waktu 2 hari. Baru pada sekitar tahun 1930 ada jalan darat serta jembatan yang terbuat dari timbunan tanah liat dan kerikil. Pada tahun 1990 sarana perhubungan mulai lancar setelah ada jalan aspal dan jembatan beton dimana-mana. Kehidupan di desa ini berdasarkan kekerabatan dan kebersamaan yang hidup dalam setiap dusun. Dengan soko gurunya adalah Adat Penyimbang. Penyimbang sendiri adalah menerima giliran. Menjadi penyimbang adat adalah merupakan suatu kebanggaan, sehingga dapat diikutsertakan di dalam setiap gerak langkah yang hidup di pedesaan sejak ribuan tahun yang lalu. Sedangkan pusat-pusat pemerintahan ialah Gunung Batu, Cempaka/ Campang Tiga, dan Menanga/ Betung. Untuk daerah marga Semendawai Suku Dua, pusat pemerintahannya adalah dari satu tempat ke tempat lain yakni antara Cempaka dan Campang Tiga. Dari sinilah timbul perebutan masing-masing keluarga yang merasa berhak untuk menduduki puncak pemerintahan dalam Marga Semendawai Suku Dua. Asal mula terbentuknya Desa Campang Tiga ini, merupakan hasil dari pemikiran orang-orang terdahulu, yang berjuang disamping menyebarkan agama Islam. Menurut asal mulanya seorang puyang yang bernama Sultan Hamimum Hamim atau Puyang Tun Di Pulau, yang menurut ceritanya dari nenek moyang di Campang Tiga berasal dari keturunan Arab. Pada waktu itu Puyang menetap disuatu tempat dan lahan tanah yang dikelilingi oleh Sungai dan Rawa. Desa ini bernama Desa Simpang Tiga, karena terletak dipersimpangan tiga arah. Pada masa itu pimpinan Agama dipegang oleh Puyang Ratu Nyaman dibagian barat, Puyang Tanda Pasai dibagian timur, Puyang Tuan Syeh Abdurrahman dibagian utara, dan Puyang Panghulu Sabtu dibagian selatan. Waktu terus berlalu dan berjalan dengan baik, pemerintahan dipegang oleh Puyang Ratu Nyaman. Setelah beliau meninggal kemudian digantikan dengan putranya Ahmad Daud. Pada waktu itu desa yang namanya Simpang Tiga diganti atas musyawarah dan mufakat oleh tokoh Agama, adat, dan pemerintahan menjadi Desa Campang Tiga. Pada masa penjajahan belanda, kekuasaan desa dipimpin oleh seorang tokoh bernama Ahmad Daud Ratu Nyaman, yang membawa desa ini berkembang menjadi maju. Kekuasaan pun berganti dan digantikan putranya yang bernama KH. Saleh Muzani, sedangkan putra yang lain dari Ahmad Daud bernama Ahmad Bastari beliau dikenal sosok yang tidak pernah terlupakan karena beliau pernah menjabat sebagai Gubernur Sumatera Selatan yang pertama. Kemudian pemerintahan KH. Saleh Muzani berakhir digantikan oleh pimpinan yang tak kalah penting, cerdik, pintar dan berdedikasi tinggi yaitu Hasbi Burhan. Setelah berakhir kemudian digantikan oleh Macan Negara, dilanjutkan Muhammad Singa Dinata, kemudian Ratu, dan sekarang dipimpin oleh A. Wahab Ahmad Gelar Tanda Sakti. Demikian sejarah Desa Campang Tiga yang sampai sekarang sudah cukup maju. B. Keadaan Geografis Desa Campang Tiga yang termasuk dalam wilayah Kecamatan Cempaka Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur. Batas-batas Desa Campang Tiga adalah: sebelah utara berbatasan dengan desa Gunung Jati, sebelah selatan berbatasan dengan desa Sukaraja, sebelah barat berbatasa dengan desa Kuripan dan Negeri Sakti, sebelah timur berbatasan dengan Persawahan dan Lebak Meluai Indah. Adapun luas wilayah Desa Campang Tiga secara keseluruhan 15 kilometer persegi. Struktur tanah terdiri dari lahan sawah 40% dan perkebunan 60%. Keadaan geografis sangat cocok untuk pertanian, perkebunan dengan penghasilan karet, sawit, duku, durian, pisang, padi, jeruk, sayuran dan lain-lain. Desa Campang Tiga terletak sangat strategis dalam wilayah Kecamatan Cempaka, 130 kilometer dari kota Palembang, 102 kilometer dari ibu kota Kabupaten Martapura, dan 16 kilometer dari ibu kota Kecamatan Cempaka. Desa Campang Tiga merupakan penghasilan duku, durian, pisang yang menjadi andalan petani dan sangat dikenal dikota-kota besar di Indonesia bahkan duku komering sudah menjadi salah satu andalan masyarakat komering. C. Struktur Pemerintahan Pada saat ini pemerintahan desa dipimpin oleh Kepala Desa yang bernama A. Wahab Ahmad Gelar Tanda Sakti, dibantu oleh para staf pemerintahan desa. Desa Campang Tiga di samping ada seorang Kepala Desa, Sekretaris Desa, 3 (tiga) Kepala Urusan, 7 (tujuh) Kepala-kepala Dusun. Desa Campang Tiga terletak dijalan poros provinsi, yang dilalui semua jenis kendaraan baik roda dua, maupun kendaraan roda empat. Penerangan di desa Campang Tiga ini berupa aliran listrik yang menjadikan desa Campang Tiga sudah cukup maju, apalagi pada malam hari lampu-lampu jalan yang sudah bisa difungsikan menambah keindahan

0 Response to "Komering Salah satu penduduk asli Belitang, disadur dari sebuah blogs pribadi."

Posting Komentar

Search

Bendungan Perjaya Merupakan sarana pertanian / irigasi yang penting di daerah Belitang yaitu dari BK 0 sampai BK 35..